GGBST-Waingapu, Perayaan Paskah bukan hal baru bagi umat kristen. Demikian juga bagi saya secara pribadi, Paskah bukan sesuatu yang baru. Setelah berumur 33 tahun pada tanggal 20 Maret 2015, saya kembali mengingat, ada begitu banyak hal yang telah saya lewati, baik suka mau pun duka. Terkadang peristiwa tersebut berlalu begitu saja tanpa ada refleksi secara pribadi yang dengan sengaja saya lakukan.
Sabtu, 4 April 2015, saya bersama istri dan anak pergi mengunjungi saudari yang sakit dan sedang diopname di RSUD Umbu Rara Meha. Selanjutnya kami ke Gereja Bebas Waingapu untuk bergabung dengan saudara-saudari yang mempersiapkan berbagai hal untuk perayaan paskah besoknya. Suasana persaudaraan sangat nyata. Ada kerja sama antara ibu-ibu dan bapak-bapak dalam mengerjakan sesuatu, seperti mempersiapkan konsumsi, dan lain sebagainya. Saya sangat menikmati kesederhanaan yang ada.
Pagi hari, saya bersama istri dan anak berangkat ke gereja. Setiba disana, kami sedikit terlambat dari jadwal ibadah. Tapi beruntung ibadah belum dimulai, jadi kami tidak terlambat. Saya langsung bergabung dengan rekan-rekan dewan gereja di kamar rat. Selanjutnya kami beribadah bersama. Saya coba berkonsentrasi dengan khotbah yang dibawakan oleh Bpk. Pdt. Lukas Kolo. Firman Tuhan yang dibacakan diambil dari Matius 28:10 dan yang menjadi nats terdapat pada ayat 10. Firman ini pun bukan baru bagi saya. Tapi saya berusaha untuk mendengar dan merenungkan kebenaran firman Tuhan tersebut dan Apa arti kebangkitan Yesus Kristus bagi saya secara pribadi.
Beberapa kali terdengar penegasan dari pengkhotbah mengenai arti dari kebangkitan itu sendiri. Bahwa sungguh dan pasti bahwa Yesus Kristus sudah bangkit seperti yang telah dijanjikan-Nya. Arti yang ke berikut bagi saya secara pribadi, bahwa sudah seharusnya saya juga turut dibangkitkan dari belenggu dosa sehingga tidak ada lagi alasan untuk saya tetap tinggal dalam dosa apa pun. Mengapa demikian? Karena Yesus Kristus telah bangkit, dan dengan Roh-Nya yang kudus memampukan saya untuk hidup dalam kebenaran-Nya.
Dengan terus menenangkan diri dan merenungkan kebaikan Tuhan dalam kehidupan saya secara pribadi, maka sisi kemanusiaan yang dosawan bisa dapat ditekan. Sebab sebelumnya, saya sedikit mengalami kesulitan untuk mendengarkan suara Tuhan melalui kebenaran Firman yang disampaikan. Sisi manusia yang lebih menonjol, sehingga saya terus mengalami hal dimana Tuhan memproses saya untuk bisa memahami bahwa betapa lemahnya saya, dan betapa kuatnya Tuhan yang telah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal.
Tinggal bagi saya, bagaimana saya harus hidup sebagai orang merdeka, sebagai orang yang sudah dibebaskan oleh Yesus Kristus, bangkit dari keterpurukan dan ketidakberdayaan, karena ada Tuhan yang memampukan saya untuk menjadi cerminanNya di dunia ini. Kiranya Kesaksian ini bisa menjadi berkat bagi saudara-saudari yang sempat membacanya.
AND
Komentar
Posting Komentar